Minggu, 06 Oktober 2013

Makalah Sejarah Peradaban Islam



PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Drs. Muslih M Z, M.A, Ph. D
Disusun Oleh :

Hijroh Rossiatun Annur         (113711022)
Ilyana Rohmatin Nuzul         (113711023)
Imron Rosadi                         (113711024)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013


PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
I.             PENDAHULUAN
Khulafaur Rasyidin merupakan pemimpin Islam dari kalangan sahabat, setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Perjalanan empat khalifah akhirnya dipimpin oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar Ibn Khattab, Utsman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib.
Al khulafaur Rasyidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan islam sebagai institusi Negara mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut. Dalam islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah, sehingga para pengganti nabi tidaka memilikifasilitas ekstra dalam ajaran islam untuk menentukan sebuah hukum baru, namun mereka merupakan pelaksanaan hukum. Untuk melaksanakan aturan-aturan atau hukum-hukum tersebut khalifah bermusyawarah dengan para ahli hukum.
Pemerintahan khulafa’ar Rasyiddin adalah pemerintahan yang mendapat petunjuk karena betul-betul orang yang berlaku baik, jujur, sabar dalam berbagai hal serta betul-betul menurut pada teladan Nabi SAW. Islam pada masa khulafa’ar Rasyidin berkembang sangat pesat, dimulai setelah kedaulatan Nabi hingga ke timur tengah dan bahkan diluar daerah itu. Islam dikembangkan dengan mengajarkan nilai-nilai demokratis
Dan dalam makalah ini , akan dibahas bagaimana proses pengangkatan khulafaur Rasyidin,  tentang  perjalanan roda pemerintahannya, sarta jasa-jasanya terhadap Agama Islam, karena pembahasan pokok dalam makalah ini ialah perkembangan islam masa Khulafaur-Rasyidin
II.          RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana proses pemilihan khulafaur Rasyidin?
B.     Bagaimana perkembangan islam pada masa Abu Bakar?
C.     Bagaimana perkembangan islam pada masa Umar bin Khattab?
D.    Bagaimana perkembangan islam pada masa Usman bin Affan?
E.     Bagaimana perkembangan islam pada masa Ali bin Abi Thalib?

III.       PEMBAHASAN
A.    Proses Pemilihan Khulafaur Rosyidin
1.      Pemilihan Abu Bakar Menjadi Khalifah
Namanya adalah Abdullah bn Ab Quhafah Attamn. Di zaman pra islam bernama Abdullah ibn ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Julukannya Abu Bakar (bapak pemagi) karena dari pag-pag betul memeluk agama islam, gelarnya ah-shiddiq kerena ia selalu membenarkan Nabi dalam berbagai peristiwa, terutama isra’ Mi’raj. Jadi Nabi Muhammad sering kali menunjukkannya untuk mendampunginya disaat penting atau jika berhalangan dan rasul tersebut mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaan.
Ketika Rasulullah wafat kalangan Anshar mengadakan pertemuan di bani Saidah bermusyawarah untuk menggantikan kedudukan  Imamah-Nya berita itu secepat kilat terdengar oleh kalangan Muhajirin, mendengar berita itu kaum Muhajirin beramai-ramai untuk pergi ke persidangan tersebut, tetapi dicegah oleh Abu Bakar, setelah berunding maka yang pergi sebagai delegasi dari Muhajirin yaitu : Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, Abu Ubaidah bin Jarrah ra.
Setelah keduanya bertemu ( delegasi Muhajirin dan Anshar ) terjadi perdebatan sengit antara keduanya, mereka saling mengklaim bahwa yang berhak menjadi pengganti Rasulullah, adalah dari golongan mereka sendiri, dengan pertimbangan yang matang Abu Bakar ra yang terpilih sebagai Khalifah Rasulullah.
Orang-orang yang tadinya ragu-ragu untuk memberikan bai’at kepada Abu Bakar dan di kala golongan terbanyak dari kaum muslimin telah membai’atnya maka kaum anshar segera memberi bai’atnya.Sesudah Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato. Dalam pidatonya beliau menjelaskan siasat pemerintahan yang akan dijalankannya. Ada beberapa prinsip-prinsip yang diucapka dalam pidatonya.
“Wahai manusia!Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang kamu pandang kuat, saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil hak daripadanya, sedang orang yang kamu pandang lemah, saya pandang kuat, hingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya.Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi bilamana aku tiada menaati Allah dan Rosul-Nya kamu tak perlu menaatiku”.[1]
2.      Pemilihan Umar bin Khattab Menjadi Khalifah
Setelah memerintah lebih kurang dua tahun, khalifah Abu Bakar jatuh sakit. Saat itu timbul kecemasannya, apabila ia tidak menentukan orang yang akan menggantikan jabatannya. Profil yang akan menggantikan hendaknya orang yang tegas, tetapi tidak kejam, orang yang ramah, tetapi tidak lemah. Menurut pandangan Abu Bakar orang seperti inilah yang mampu memelihara persatuan ummat Islam dan membendung ancaman yang datang dari luar.
Menurut pandangan Abu Bakar orang yang memiliki kriteria seperti itu ialah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Tetapi Abu Bakar cenderung memilih Ummar bin Khattab. Alasanya disamping pandangannya tersebut, Ummar bin Khattab adalah seorang tokoh sahabat yang terdekat dengannya selama menduduki jabatan khalifah dan memiliki andil dalam pengangkatannya menjadi khalifah pada peristiwa saqifah bani sa’idah. Tetapi, Abu Bakar tidak bertindak otoriter.Ia memperhatikan saran-saran dan pendapat dari tokoh-tokoh sahabat yang lain, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar. Sebelum mengambil keputusan, Abu Bakar meminta pendapat Abdurahman bin ‘Auf, Usman bin Affan, Said bin Zaid danlain-lainnya. Dari hasil pengumpulan pendapat itu diketahui bahwa pada umumnya tokoh-tokoh sahabat menyetujui penunjukkan Umar bin Khattab sebagai calon pengganti khalifah Abu Bakar. Oleh karena itu Abu Bakar secara resmi membuat surat pengangkatan Ummar bin Khattab sebagai orang yang akan menduduki jabatan khalifah, apabila Abu Bakar wafat. Di antar isi surat pengangkatan tersebut berbunyi :
“Dengan nama Allah ynag MAha Pengasih dan Penyayang. Ini pernyataan Abu Bakar bin Qahafah pada akhir hayatnya di dunia yang akan ditinggalkannya dan awal masanya ke akherat yang akan ditujunya. Sesungguhnya saya telah mengangkat Umar bin Khattab menjadi khalifahuntukmu. Apabila dia berlaku adil, maka itulah alasan dan harapan saya padanya.Tetapi apabila dia berubah dan beralih sikap, maka yang saya kehendaki hanyalah kebaikan dan saya belum mengetahui sesuatu yang belum terjadi”.[2]
3.      Pemilihan Usman ibnu Affan Menjadi Khalifah
Pada waktu Umar terkena tikam, beliau tidak bermaksud akan mengangkat penggantinya. Faktor-faktor yang mendorong Umar untuk menunjuk penggantinya sudah tidak ada lagi. Balatentara islam telah mendapatkan kemenangan, dan keadaan telah stabil. Tetapi kaum muslimin khawatir akan terjadi peparangan sesudah Umar meninggal dunia, oleh karena itu mereka mengusulkan agar Umar menunjuk siapa yang akan jadi pengganti beliau.
Beliau tidak ingin kaum muslimin terpecah belah.Oleh karena itu beliau mengambil jalan tengah. Beliau mencalonkan enam orang sahabat rosulullah, yaitu Usman bin Affan, Ali ibnu Abi Thalib, Thalhah, Zubair ibnu Awwam, Sa’ad ibnu Abi Waqqash dan Abdur Rahman ibnu Auf. Mereka diberi jangka waktu oleh Umar untuk memilih, dan pemilihan harus selesai dalam jangka waktu yang sudah ditentukan.
Setelah Umar berpulang kerahmatullah, maka keenam sahabat yang telah ditunjuk oleh Umar segera bermusyawarat. Abdur Rahman ibnu Auf mengusulkan agar dia diperkenankan mengundurkan diri dan beliau akanbermusyawarat dengan kaum muslimin untuk memilih seseorang untuk menjadi kholifah di antar sahabat-sahabat yang telah ditunjuk oleh Umar.
Usul Abdur Rahman ibnu Auf diterima oleh para sahabat, dan diadakan perjanjian. Bahwa sahabat akan memenuhi usulan Abdur Rahman, dan Abdur Rahman berjanji akan berlaku Adil. Maka bermuswaratlah Abdur rahman ibnu Auf dengan segenap lapisan kaum muslimin, begitu juga dengan para sahabat yang telah ditunjuk oleh Umar.Dari permusyawaratan itu mereka berpendapat bahwa antara Usman dan Ali yang menjadi khalifah.Namun dengan pertimbangan umur Usman yang lebih tua dan perilakunya lebih lunak maka diputuskan Usman yang menjadi khalifah.[3]
4.      Pemilihan Ali ibnu Abi Thalib Menjadi Khalifah
Dalam pengangkatan Ali menjadi khalifah terjadi perselisihan karena ada pihak yang tidak setuju Ali diangkat menjadi khalifah.Yang tidak menyukai Ali diangkat menjadi khalifah, bukanlah rakyat umum yang terbanyak, tetapi golongan kecil (keluarga Umaiyah).Oleh karena itu pembai’ahan Ali adalah pembai’ahan dari rakyat terbanyak, yakni orang-orang yang telah menjatuhkan Usman.Bersama dengan orang-orang yang menggabungkan diri kepada mereka, mereka datang kepada Ali untuk membai’at beliau.[4]Ali ibnu Abi thalib diangkat sebagai khalifah secara sah.Ia dibai’at oleh penduduk Muhajirin, Anshar dan massa lainnya, pada hari jum’at 13 Dzulhijjah 35 Hijriyah (656 masehi). Di antar orang yang pertama membai’at beliau adalah sahabat Thalhah.[5]
Setelah peristiwa pembunuhan Usman ibnu Affan, kota Madianah dilanda ketegangan dan kericuhan. Walikota Madinah, Al-Ghafiqi ibnu Harb, mencari-cari orang yang pantas untuk dibaiat sebagai khalifah. Para penduduk Mesir meminta Ali untuk memangku kekhalifahan namun ia enggan dan menghindar. Para penduduk Kuffah mencari-cari Zubair ibnu Al-Awwam, namun mereka tak menemukannya. Penduduk Bhasarah meminta Thalhah untuk menjadi khalifah namun ia tidak memenuhi permintaan mereka. Akhirnya mereka berkata, “kita tidak akan menyerahkan kekhalifahan kepada ketiga orang ini”.
Setelah itu mereka mendatangi Sa’ad ibnu Abi Waqhas dan berkata, “Kau termasuk diantara dewan Syura”, Namun ia menolak. Lalu ia mendatangi ibnu Umar, yang juga menolaknya.
Akhirnya mereka menetapkan bahwa yang bertanggung jawab adalah penduduk Madinah sehingga mereka berkata kepada penduduk Madinah, “Kalianlah yang bertanggung jawab. Kami akan memberi waktu selama dua hari. Jika selama itu kalian tidak menghasilkan keputusan, demi Allah kami akan membunuh Ali, Thalhah, Zubair, dan banyak orang lainnya”.
Maka orang-orang mendatangi Ali dan berkata, “Kami membaiatmu, karena kau telah menyaksikan rahmat yang diturunkan oleh Allah bersama islam dan karena saat ini kita menghadapi ujian yang sangat berat berupa konflik antar berbagai kota”. Ali menjawab, “tinggalkanlah aku dan carilah orang lain yang lebih baik dariku, karena aku akan menghadapi suatu masalah yang sangat rumit dan pelik, masalah yang tidak akan mampu dihadapi oleh hati dan fikiran siapapun.Namun mereka bersikukuh membaiat Ali ibnu Abi Thalib.[6]Ia dibai’at oleh penduduk Muhajirin, Anshar dan massa lainnya, pada hari jum’at 13 Dzulhijjah 35 Hijriyah (656 masehi). Di antara orang yang pertama membai’at beliau adalah sahabat Thalhah.[7]
B.     Perkembangan Islam pada Masa Abu Bakar
         Abu bakar mempunyai nama asli yaitu Abdullah bin Abi Quhafah at Tamimi. Ia dikenal dengan sebutan Ash-Shiddiq (yang membenarkan) karena segera membenarkan Rasul dalam berbagai peristiwa terutama Isra’ Mi’raj. Ia memiliki watak yang kuat, jujur dan dinamis, berperawakan sedang, berwajah mungil dan kulit cerah. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar yang singkat yaitu dua tahun (632-634 M) tepatnya 2 tahun 3 bulan 11 hari, banyak terjadi peperangan riddah (perang melawan pembelotan dan kemurtadan).
Kemunculan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh  yang menyatakan Nabi yaitu : Musailamah Al-Kadzab, Thulaihah bin Khuwailid, dan Al-Aswad Al-Insa, dengan adanya tokoh tersebut, banyak murtadin bergabung dengan mereka untuk menghadapi kaum muslimin untuk menguasai tanah Arab.  Memang ketika Fathul Mekkah banyak dari suku-suku jazirah arab menyatakan ke Islamannya, akan tetapi ke Islamaanya belum sepenuhnya matang dalam sanubarinya, sehingga mereka banyak yang membelot.
Dengan banyaknya kaum riddat dan adanya statmen dari orang-orang yang enggan membayar zakat membuat khalifah khawatir, Islam yang dibangun oleh Nabi dengan kesempurnaan perundang-undangan dalam segala hal, kalau tidak cepat bertindak  akan  kembali kezaman jahiliah. Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan dua pilihan yaitu tunduk tanpa syarat atau diperangi hingga binasa. Hingga Akhirnya Khalifah berunding dengan para sahabat dan memutuskan untuk memeranginya, dan peperangan tersebut kaum muslimin dapat meluluh lantakkan kaum riddat yang dipimpin oleh Khalid bin Walid ra.
         Dalam waktu enam bulan, beberapa suku Arab Tengah telah ditaklukkan seperti suku Thayyi, suku Asad, suku Thulayhah dan Bani Hanifah di Yamamah. Musaylamah (seorang nabi palsu) memberi perlawanan sehingga banyak pasukan Islam yang terdiri dari para penghafal Al-Qur’an gugur yang dikhawatirkan musnahnya orang-orang penghafal Al-qur’an.
         Pada tanggal 30 Juli 634 M gabungan pasukan Arab berhasil memperoleh kemenangan di Ajnadain yang melapangkan Khalid menuju Palestina. Di saat itulah, Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari senin, 23 Agustus 634 M setelah terbaring sakit selama 15 hari. Sejumlah kemajuan telah dicapai pada masa Abu Bakar. Selain menumpas para pemberontak (kemurtadan dan nabi palsu Musyailamah dan Tulaihah) dan memperluas daerah Islam, Abu Bakar juga telah berjasa dalam gagasannya melakukan pengumpulan naskah-naskah Al-Qur’an yang sebelumnya masih berserakan (kodifikasi Al-Qur’an).[8]
         Dalam masalah peradilan, Abu Bakar mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW., yakni ia sendirilah yang memutuskan hukum di antara umat Islam di Madinah. Sedangkan para gubernurnya memutuskan hukum di antara manusia di daerah masing-masing di luar madinah. Adapun sumber hukum pada Abu Bakar adalah Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad setelah pengkajian dan musyawarah dengan para sahabat. Dapat dikatakan bahwa pada masa pemerintahan Abu Bakar ada tiga kekuatan, pertama, quwwat al-syari’ah (legislatif), kedua, quwwat al-qadhaiyyah (yudikatif di dalamnya masuk peradilan) dan ketiga, quwwat al-tanfiziyyah (eksekutif).[9]            
Pada masa pemerintahannya, khalifah Abu Bakar telah dapat menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam kalangan umat Islam. Menundukkan orang murtad ke bawah bendera Islam. Dan mengirim tentara ke negeri Persi dan Rumawi untuk membawa umat kepada perdamaian dan persamaan.[10] Pemerintahan Abu Bakar ra adalah pemerintahan Syura yang berdasarkan permusyawaratan, dan merintis kesatuaan politik negeri arab setelah kesatuaan agama dapat diselesaikan, pemerintahan Abu Bakar sudah berkembang dan meluas ke luar perbatasan kawasan arab, tetapi  belum mempunyai administrasi untuk mengurus pemerintahannya. Dengan pemerintahan yang syura itulah dengan ijtihadnya yang kuat, Allah memberikan kemenangan kepadanya dalam membebaskan Iraq dan Syam. Kemudian setelah itu ia merintis pemerintah kesatuan di negeri arab atas dasar permusyawaran dalam batas-batas perintah dan larangan Allah SWT.
Salah satu jasa terbesar dal;am pemerintahan Abu Bakar adalah pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an yang pada waktu itu  masih berserakan dan belum dibukukan dalam satu mushaf. Pada waktu itu banyak penghafal Al Qur’an yang gugur dalam peperangan Riddah sehingga dikhawatirkan penghafal Al Qur’an semakin habis. Oleh karena itu Umar mengusulkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan tuliasan-tulisan Al Qur’an menjadi satu buku. Khalifah kemudian menugaskan Zaid Ibn Tsabbit untuk melaksanakan hhal tersebut. Setelah wafatnya Abu bakar, kitab AlQur’an yang sudah dibukukan tersebut kemudian disimpan oleh salahsatu istri Nabi, khafsah binti Umar Ibn khattab.
C.    Perkembangan Islam pada Masa Umar bin Khattab
         Diantara Khulafau ar-Rasyidin yang membangun peradaban Islam adalah Umar bin al-Khattab. Umar bin Khattab bin Nufeil bin Abdil ‘Uzza ialah seorang warga Bani ‘Adi.[11] Umar ketika sudah menjadi Kepala Negara telah mengubah nama kepala yang semula bergelas Khalifah al-Rasul menjadi Amir al-Muminin.[12] Pada masa pemerintahannya beliau membentuk dewan formatur (6), sistem administrasi, lembaga pengadilan, dan departemen-departemen, dan kepolisian. Wilayah kekuasaannya yaitu Jazirah Arab, Palestina, Syria, Persia, dan Mesir. Beliau membagi 8 propinsi yaitu Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beliau juga mendirikan baitul Mal, menciptakan tahun hijriah, dan menempa mata uang.[13] Selain itu, Umarlah yang pertama kali menyuruh menggali terusan antara Sungai Nil dengan Laut Merah, membangun jembatan-jembatan, menempatkan tentara di tepi-tepi pantai untuk menjaga keselamatan negeri.[14]
         Para hakim pada masa Umar merujuk kepada Al-Qur’an. Jika tidak mendapati hukum dalam Al-Qur’an mereka mencarinya dalam sunnah. Tapi jika mereka tidak mendapatkan sesuatu di dalamnya, mereka bertanya kepada fuqaha mujtahidin, apakah di antara mereka terdapat orang yang mengerti sesuatu dalam sunnah mengenai perkara yang dihadapi. Jika didapatkan, mereka berpedoman dengan yang dikatakan orang yang mengetahuinya tersebut setelah dilakukan upaya penguatan. Jika tidak didapatkan mereka berijtihad secara kolektif jika topik permasalahan terdapat hubungan dengan prinsip-prinsip dasar jamaah, dan berijtihad secara individu dalam masalah-masalah sektoral yang khusus dengan individu.[15]

D.    Perkembangan Islam pada Masa Usman bin Affan
         Usman bin affan mempunyai nama lengkap Usman bin ‘Affan bin Abil Ash bin Umayyah. Pada masa pemerintahannya Usman justru dijadikan sebagai boneka, yang berkuasa Marwan bin Hakam. Pada saat itu, umat merasa kecewa karena kebijaksanaan Usman yang mengangkat keluarganya sendiri dalam memegang jabatan atau kedudukan yang tinggi.
         Pada masa pemerintahannya beliau membangun bendungan dan mengatur pembagian air, membangun angkatan perang  armada laut, jalan, jembatan, masjid, dan memperluas masjid Nabi di Madinah. Selain itu prestasi terpenting bagi khalifah utsman ialah menulis kembali Al Qur’an yang disimpan oleh khafsah binti umar. Melihat pertikaian umat islam dalam pembacaan Al Qur’an akhirnya utsman membentuk panitia penulisan Al Qur’an yang diketahui oleh Zaid Ibn Tsabit. Setelah PenulisanAl Qur’an utsman mengirimkan mushaf ke setiap kota besar, serta beliau memerintahkan untuk membakar mushaf yang lain dari yang ditulis oleh badan yang terdiri dari 4 orang.  Ekspansi yang dilakukan diantaranya adalah Khurasan, Iskandaria, Barqah, Tripoli Barat, bagian selatan Nubah, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, Persepolis bagian kecil yang tersisa dari Persia, Transoxania, Tabaristan, Iran, Azerbaizan, Harah, Kabul dan Ghaznah.[16]
         Peradilan pada masa Usman sama seperti peradilan di masa dua sahabat sesudahnya. Usman mengutus petugas-petugas sebagai pengambil pajak dan  penjaga batas-batas wilayah untuk menyeru amar ma’ruf nahi munkar, dan terhadap masyarakat yang bukan muslim (ahli dzimmah) berlaku kasih saying dan lemah lembut serta berlaku adil terhadap mereka. Usman memberikan hukuman cambuk terhadap orang yang biasa minum arak, dan mengancam setiap orang yang berbuat bid’ah dikeluarkan dari kota Madinah, dengan demikian keadaan masyarakat selalu dalam kebenaran.[17]
         Situasi politik pada masa akhir pemerintahan Utsman semakin mencekam dan timbul berbagai pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Utsman. Khalifah Utsman wafat pada hari Jum’at, 18 Dzulhijjah tahun 35 H pada usia 82 tahun.  Ketika itu para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan Membunuh Utsman saat sedang membaca Al Qur’an. Khalifah Usman mempunyai sikap yang lemah lembut, tidak seperti Umar yang tegas dan keras. Dari segi itulah Abdullah bin Saba’ dapat menghembuskan fitnah.[18]
E.     Perkembangan Islam pada Masa Ali bin Abi Thalib
         Saidina Ali r.a adalah anak Abu Thalib bin Abdil Muthalib  bin Hasyim. Ia lebih muda dari Rasul Allah s.a.w 32 tahun lamanyya. Ali selalu turut ke medan perang kecuali perang Tabuk karena diangkat Rasul menjadi penggantinya di Madinah.[19]
         Pada masa pemerintahannya, Ali bin Abi Thalib memindahkan pusat pemerintahan ke Kufah. Beliau memecat para gubernur yang diangkat oleh Usman dan mengirim kepala daerah yang baru yang menggantikan. Selain itu beliau menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Usman kepada keluargan dan kerabat Usman menjadi milik negara. Ali bin Abi Thalib juga melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar.
Pada masa pemerintahannya beliau dihadapi beberapa masalah yang sangat berat, yang mana, itu membuat beliau tidak bisa memperluas kekuasaan Islam karena ada permasalahan intern dalam umat Islam. Diantaranya muncul pemberontakan yang dipimpin oleh Thalhah, Zubair dan Aisyah. Pemberontakan ini dikenal dengan nama “perang Jamal” (perang Unta) dan perang ini dimenangkan oleh Ali. Selain itu, muncul pemberontakan yang dilakukan oleh Muawiyah  yang dikenal dengan perang shiffin. ketika terjadi peperangan yang kemenangan akan berpihak ke Khalifah Ali bin Abi Thalib ra maka dari pihak  Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra mengangkat mushaf supaya menghentikan peperangan. Kalifah Ali bin Abi Thalib menyetujui dan dari keduanya saling mengutus utusan untuk berunding dari pihak Ali bin Abi Thalib ra adalah Abu Musa Asy’ari dan dari pihak Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra adalah Amr bin Ash ra yang dikenal dengan Tahkim.
 Ketika ada tahkim dari pihak Khalifah Ali bin Abi Thalib ada yang menyetujui adanya tahkim dan ada pula yang tidak setuju, yang pendukung dinamakan Syi’a dan yang tidak mendukung dinamakan Khawrij. Karena kaum Khawarij sangat keras kalau memutuskan hukum, siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka sampai-sampai dikatakan kafir dan hukumannya harus dibunuh, oleh karena itu Khalifah Ali bin Abi Thalib ra dan pendukungnya, Mu’awiyah maupun pendukungnya, mereka ( Khawarij ) menganggap mereka orang-orang kafir. Sehingga mereka merencanakan untuk membunuh Khalifah dan Mu’awiyah ra. Yang pertama Abdur-Rahman bin Muljam al-Himyari yang akan berangkat ke Kufah untuk membunuh Amirulmukminin Ali ra, yang kedua al-Burak atau al-Hajjaj bin Abdullah at-Tamimi dua nama yang masih rancu ke Syam untuk membunuh Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra, dan yang ketiga ke Mesir Amr bin Bakr Attamimi untuk membunuh Amr bin Ash ra. Tapi yang berhasil dibunuh hanya Amirulmukminin Ali ra oleh Abdur- Rahman bin Muljam al-Himyari dan beliau wafat pada 20 Ramadhan 40 H / 24 Januari 661 M
         Semasa pemerintahannya Ali tidak banyak dapat berbuat untuk mengembangkan hukum Islam, karena keadaan negara tidak stabil. Ali menetapkan hukum di antara manusia selama di Madinah. Ketika keluar ke Bashrah dia mengangkat Abdullah bin Abbas sebagai gantinya di Madinah, dan mengangkat Abu Aswad al-Du’ali dalam masalah pemerintahan di Bashrah dan sekaligus dalam peradilan. Namun kemudian, dia dipecat setelah beberapa waktu karena banyaknya dia berbicara. Sebab bicaranya melebihi pembicaraan dua pihak yang berseteru (penggugat dan tergugat). Ali mengangkat al-Nakha’I sebagai Gubernur di Ustur. Ali berpesan agar al-Nakha’i  bertaqwa kepada Allah Swt., agar hatinya diliputi rasa kasih sayang dan kecintaan kepada rakyat, dan agar bermusyawarah dan memilih penasihat-penasihat.[20]

IV.       PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan keempat khalifah yang memimpin setelah Rosulullah wafat dapat dipahami bahwa, pemerintahan khulafa’ar Rasyiddin adalah pemerintahan yang mendapat petunjuk karena betul-betul orang yangberlaku baik, jujur, saba dalam berbagai hal serta betul-betul menurut pada teladan Nabi SAW.
Islam pada masa khulafa’ar Rasyidin berkembang sangat pesat, dimulai setelah kedaulatan Nabi hingga ke timur tengah dan bahkan diluar daerah itu. Islam dikembangkan dengan mengajarkan nilai-nilai demokratis terutama dalam pengangkatan seorang khalifah. Ini bisa dilihat dalam berbagai peristiwa pengangkatan khulafa’arRasyidin walaupun caranya berbeda tetapi intinya tetap sama, yaitu menjunjung nilai bermusyawarah untuk mufakat.
Pada waktu pengangkatan Abu bakar menjadi khalifah dimana pengangkatan didasarkan musyawarah dari berbagai pemuka suku sehingga tercapai sebuah keputusan Abu Bakar Menjadi Khalifah. Pengangkatan Umar sangat berbeda dimana ia dicalonkan Abu bakar karena kemampuan yang dimiliki. Walaupun demikian, Abu Bakar telah melalui proses meminta pendapat/musyawarah dengan sahabat-sahabat senior. Sedangkan utsman Ibn Affan dipilih oleh suatu dewan ahli atau8 tim formatur yang dibentuk oleh Umar. Tim itu di bentuk untuk menghiondari kemelut politik yangterjadi.Dan Ali Ibn Abi Thalib lebih berbeda dimana beliau dipilih dan dibai’at oleh pemberontak yang menggolongkan Utsman dengan tuduhan nepotisme dan tidak tegas dalam mengambil sikap terhadap penyalahgunaan harta Negara.
Pada masa Abu Bakar, beliau berhasil mengatasi berbagai persoalan diantaranya menumpas nabi-nabi palsu serta orang-orang islam yang enggan membayar zakat. Setelah kondisi tersebut terkendali dengan kekalahannya kaum riddat, Khalifah mengutus sahabat kebeberapa daerah untuk menyebarkan dahwah islam. Dan pada masa Abu bakar islam juga telah mengalami perluasan wilayah diantaranya sampai ke Iraq, palestina, yordania dan syiria. Selain itu jasa terbesar beliau adalah pengumpulan naskah-naskah Al Qur’an yang masih berserakan yang mana dikhawatirkan hilangnya Al Qur’an karena banyak penghafal Al Qur’an yang gugur dalam peperangan.
Pada masa pemerintahan umar Ibn Khattab wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia’ dan Mesir. Beliau yang membentuk administrasi pemerintahan menjadi delapan wilayah propinsi: Mekkah Madinah, Syiria, Jazirah, Bashrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Selain itu, Umarlah yang pertama kali menyuruh menggali terusan antara Sungai Nil dengan Laut Merah, membangun jembatan-jembatan, menempatkan tentara di tepi-tepi pantai untuk menjaga keselamatan negeri. Dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Dan juga membebaskan Baitul Maqdis beliau membentuk dewan formatur (6), sistem administrasi, lembaga pengadilan, dan departemen-departemen, dan kepolisian dan juga mendirikan baitul mal, menempa mata uang, dan yang menciptakan tahun hijriah.
Pada masa Utsman Ibn Affan Beliau meneruskan perluasaan hingga sampai  Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, bagian yang tersisa di Persia, Transoxania, dan Tabaristan. beliau membangun bendungan dan mengatur pembagian air, membangun angkatan perang  armada laut, jalan, jembatan, masjid, dan memperluas masjid Nabawi di Madinah. Selain itu beliau juga berjasa membukukan Al Qur’an dalam satu mushaf Dan menyatukan bacaan Al-Qur’an.
Pada pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib tidak banyak yang dapat diberbuat untuk mengembangkan hukum Islam, karena keadaan negara tidak stabil Beliau ingin memulihkan situasi yang sedang tidak terkendali itu kembali seperti masa Khalifah Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra. Beliau menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Usman kepada keluargan dan kerabat Usman menjadi milik negara. Ali bin Abi Thalib juga melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar



B.     SARAN
Demikian makalah yang penulis susun. Adapun kesalahan dan kekurangan yang ada pada makalah ini, penulis mohon maaf. Karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk upaya penyempurnaan makalah ini dan semoga dalam pembuatan makalah- makalah selanjutnya bisa lebih baik.

















DAFTAR PUSTAKA
Jakub, Ismail ,1972, Tarich Islam, Jakatra: Widjaya Jakarta
Karim, M. Abdul, 2007, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book publisher.
Khoiriyah, 2012, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, Yogyakarta: Teras
Koto, Alaiddin ,2012, Sejarah Peradilan Islam, Jakatra: Rajawali Pers
Murad, Musthafa, 2009, Kisah Hidup Ali Ibnu Abi Thalib, Jakarta: Zaman.
Solikhin, M., 2005, Sejarah Peradaban Islam,Semarang: Rasail
Sunanto, Musyrifah, 2011, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Syalabi, A.,  Sejarah Dan Kebudayaan Islam,Jakarta: PT. Al Husna Zikra.
Syaf, Mahyuddin, dkk, 1992, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat Dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah, Bandung: CV Diponegoro
Syukur, Fatah, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.





[1]Prof. Dr. A. syalabi.Sejarah Dan Kebudayaan Islam.(Jakarta: PT. Al Husna Zikra. 1997). hlm 226-227
[2] M. Solikhin. Sejarah Peradaban Islam. (Semarang: Rasail, 2005). hlm 9-10
[3]Prof. Dr. A. syalabi.Sejarah Dan Kebudayaan Islam.(Jakarta: PT. Al Husna Zikra. 1997). Hlm 267-268
[4]Prof. Dr. A. syalabi.Sejarah Dan Kebudayaan Islam.(Jakarta: PT. Al Husna Zikra. 1997). Hlm 283
[5]M. Solikhin. Sejarah Peradaban Islam. (Semarang: Rasail, 2005). Hlm 23
[6] Musthafa Murad, Kisah Hidup Ali Ibnu Abi Thalib. (Jakarta: Zaman, 2009) hlm. 68-70
[7]M. Solikhin. Sejarah Peradaban Islam. (Semarang: Rasail, 2005). Hlm 23
[8] Khoiriyah, 2012, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, Yogyakarta: Teras, hlm. 56-58
[9] Alaiddin Koto, 2012, Sejarah Peradilan Islam, Jakatra: Rajawali Pers, hlm. 59-60
[10] Ismail Jakub, 1972, Tarich Islam, Jakatra: Widjaya Jakarta, hlm. 31-32
[11] Mahyuddin Syaf, dkk, 1992, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat Dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah, Bandung: CV Diponegoro, hlm. 128
[12] Musyrifah Sunanto, 2011, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm. 23
[13] Khoiriyah, 2012, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, Yogyakarta: Teras, hlm. 65
[14] Ismail Jakub, 1972, Tarich Islam, Jakatra: Widjaya Jakarta, hlm. 64
[15] Alaiddin Koto, 2012, Sejarah Peradilan Islam, Jakatra: Rajawali Pers, hlm. 66-67
[16] Khoiriyah, 2012, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, Yogyakarta: Teras, hlm. 66
[17] Alaiddin Koto, 2012, Sejarah Peradilan Islam, Jakatra: Rajawali Pers, hlm. 69
[18] Ismail Jakub, 1972, Tarich Islam, Jakatra: Widjaya Jakarta, hlm. 77
[19] Ismail Jakub, 1972, Tarich Islam, Jakatra: Widjaya Jakarta, hlm. 79
[20] Alaiddin Koto, 2012, Sejarah Peradilan Islam, Jakatra: Rajawali Pers, hlm. 70-71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar